Jakarta - Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Buddha Kementerian Agama RI mendorong peran wihara agar tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan umat. Upaya ini diwujudkan melalui program Prisma Umat, sebuah gerakan pemberdayaan berbasis keagamaan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Buddha di Indonesia.
Direktur Jenderal Bimas Buddha, Supriyadi, menjelaskan bahwa penguatan peran wihara sebagai pusat pengembangan umat menjadi langkah strategis dalam menjawab tantangan sosial-ekonomi masyarakat.
“Kita berharap wihara tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup umat. Maka di sini kita dorong wihara menjadi tempat memakmurkan umatnya,” ujar Supriyadi.
Program Prisma Umat disusun sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Peran Lembaga Keagamaan dalam Pengentasan Kemiskinan. Ditjen Bimas Buddha berkomitmen menjadikan inisiatif ini sebagai program nasional yang berkelanjutan dan terukur, sejalan dengan semangat pemerintah dalam membangun kemandirian ekonomi berbasis keagamaan.
Untuk memastikan pelaksanaannya berjalan efektif, Ditjen Bimas Buddha telah melakukan koordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk Lembaga Dana Paramitha, komunitas majelis agama, dan bahkan menjajaki kerja sama lintas kementerian.
“Kami akan mengkoordinasikan dengan Kemenko PMK dan Kemensos, karena mereka punya kepentingan yang sama dalam pengentasan kemiskinan. Ke depan, sinergi ini akan menjadi bagian penting dari implementasi Prisma Umat,” jelas Supriyadi.
Lebih lanjut, Supriyadi menegaskan bahwa Yayasan Karakter Eling Indonesia hanya akan berperan sebagai mentor awal dalam pelaksanaan program. Setelah itu, peran utama akan diambil alih oleh para penyuluh agama Buddha yang akan terjun langsung ke lapangan.
“Kami akan siapkan pelatihan dan workshop bagi para penyuluh agar mereka memahami cara kerja pemberdayaan umat ini. Saat turun ke lapangan, mereka harus mampu mendengar, memahami, dan membantu mengembangkan potensi umat,” tambahnya.
Program Prisma Umat juga tengah disiapkan untuk dimasukkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Bimas Buddha, sebagai bagian dari program nasional pemberdayaan masyarakat berbasis keagamaan.
“Kita ingin Prisma Umat tidak berhenti di tataran konseptual. Ini harus jadi kebijakan nyata yang bisa diukur dampaknya terhadap kesejahteraan umat,” tegasnya.
Melalui gerakan Prisma Umat, Ditjen Bimas Buddha menargetkan terbentuknya ekosistem keumatan yang saling menopang antara rumah ibadah, lembaga keagamaan, dan umat itu sendiri. Dengan demikian, umat Buddha di Indonesia diharapkan tidak hanya kuat secara spiritual, tetapi juga tangguh secara ekonomi selaras dengan semangat moderasi beragama dan pembangunan inklusif yang dicanangkan pemerintah.