Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono

Mandatori Biodiesel B30 Sejahterakan Petani Sawit

Yapto Prahasta Kesuma | Jumat, 21 Februari 2020 - 13:30 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono.

Jakarta - Implementasi program Biodiesel 30 persen (B30) telah diresmikan pemerintah dan mulai berlaku pada Januari 2020 yang lalu. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari program B30 yang merupakan BBM untuk mesin diesel, yang campurannya terdiri dari 30 persen minyak kelapa sawit dan 70 persen solar ini.

Diantaranya menghemat devisa hingga Rp 63 triliun, mengurangi ketergantungan impor BBM, khususnya solar. Dan meningkatkan permintaan CPO dalam negeri sehingga menimbulkan multiplier effect terhadap peningkatan kesejahteraan 17 juta petani dan pekebun kelapa sawit.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono mengatakan mendukung penuh kebijakan mandatori biodiesel ini. Berikut petikan wawancaranya dengan FIVE ketika ditemui di ruang kerjanya :

Dalam satu kesempatan Presiden Jokowi mengatakan akan berusaha mengurangi impor BBM dengan meningkatkan produksi minyak kelapa sawit sebagai bahan campuran BBM. Bagaimana GAPKI menyikapinya?

Kebijakan Presiden sudah tepat, GAPKI mendukung pengimplementasian program mandatori bahan bakar solar dengan bauran minyak kelapa sawit ini. Karena kalau kebijakan ini berhasil. Kedepan negara bisa juga mengurangi defisit neraca perdagangan.

Bagaimana caranya mengatasi defisit neraca perdagangan ?
Ada dua kuncinya, pertama meningkatkan ekspor dan kedua mengurangi impor. Dalam pilihannya, Presiden lebih memilih mengurangi impor migas karena itu impor paling besar. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, Indonesia  mampu menghemat devisa melalui mandatori B20 sebesar Rp 27,5 triliun dan diperkirakan pemghematan devisa dengan implementasi B30 bisa mencapai Rp 63 triliun dari pengurangan impor migas.

Selain itu, kebijakan impor migas ini juga ada pengantinya yakni dengan program campuran minyak sawit mentah dalam bahan bakar minyak jenis solar B20, B30, B40 dan seterusnya. Sehingga impor migas yang paling mudah dikurangi.

Biasanya impor jika di kurangi bisa berbahaya. Artinya bisa berefek terhadap operasional industri tersebut. Karena 70 persen bahan baku industri di Indonesia adalah impor. Misalnya yang dikurangi impor biji baja yang mana bahan bakunya 99 persen impor. Otomatis industri itu akan berhenti total. Karena tidak ada bahan baku penggantinya di dalam negeri.

Namun kalau konteksnya impor minyak solar. Ditahan impornya, tidak masalah karena ada pengantinya yakni biodesel. Inilah kelebihan sawit yang memiliki efek subsitusi sehingga memberikan peluang untuk mengurangi defisit neraca perdagangan terutama sektor migas.

Kalau defisit berkurang ?
Dampaknya terhadap keuangan negara tentu akan lebih sehat. Otomatis ini menjadi sentimen positif perekonomian indonesia. Selain itu, sawit dikonsumsi lebih besar di dalam negeri. Tentunya memberikan dampak multiplier effect besar dari penyerapan tenaga kerja, indirect suplly chain dan lain sebagainya.

Presiden berharap agar hasil produksi sawit bisa lebih ditingkatkan dari lahan yang ada saat ini. Bagaimana Bapak menanggapinya ?
Meningkatkan produktivitas sawit inikan tidak bisa serta merta bisa atau sanggup tidak sanggup untuk merealisasikannya. Tetapi ini lebih ke masalah timeline dan tergantung siapa yang melakukan. Inikan banyak faktor mesti dipilah-pilah.
Jika di lihat dari total 14,03 juta hektare kebun sawit, luas perkebunan sawit rakyat sebesar 5,81 juta hektare atau 41 persen dari luas lahan sawit yang berizin. Sedangkan kebun yang dikelola perusahaan besar swasta dan BUMN 8,22 juta hektare atau 59 persen.

Permasalahnya apakah petani sawit bisa meninggenjot produktivitas tersebut? Karena mereka kurangnya dari segi infrastruktur, kualitas tanam, kualitas SDM, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan sistematis dan struktural oleh pemerintah.

Contohnya ?
Pemerintah melakukan peremajaan sawit untuk meningkatkan produktivitas. Namun lagi-lagi, jika berbicara peremajaan sawit, itu belum tentu lima tahun bisa naik produktivitasnya. Untuk itu kita perlu timeline, agar jelas harus melakukan apa untuk mencapai apa yang diinginkan Presiden.

Kalau untuk perusahan sawit sendiri, tidak perlu disuruh pasti meningkatkan produktivitas. Karena ingin menginginkan profit. Kalau tidak, bisa-bisa perusahaannya gulung tikar. Jadi permasalahnya bukan di perusahan sawit, tetapi lebih tepatnya petani sawit. Itu kan semua berpengaruh kepada bagaimana memperbaiki kecepatan produksi.

Apakah ada kendala dalam mendukung kebijakan biodesel ini ?
Tidak ada, GAPKI hanya sebagai penyedia bahan baku yang saat ini melimpah ruah. Sehingga tidak ada masalah. Berdasarkan catatan tahun 2019 kebutuhan biodesel hanya 6,62 juta ton. Untuk tahun 2020 diperkirakan 9,6 juta ton. Kalau di lihat dari kebutuhan, masih bisa untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Wabah Virus Corona menjadi isu global saat ini, apa ada dampaknya terhadap volume ekspor sawit ke China ?
Pasti ada, permintaan ke China melambat. Meski begitu, permintaan yang melambat ini tidak hanya terjadi pada komoditas sawit, tetapi pada komoditas lainnya. Namun kami tetap optimistis kondisi ini hanya bersifat sementara dan kondisinya akan segera membaik. Karena biasanya China sangat serius terhadap masalah seperti ini. Ekspor minyak sawit Indonesia ke China itu urutan kedua terbesar yakni 7 juta ton di 2019.

Bagaimana dengan isu-isu yang disorot Eropa terhadap minyak sawit Indonesia, apa ada pengaruhnya ?
Jangka pendek tidak ada, tetapi jangka panjang bisa pengaruh.

Selain China dan Eropa dimana saja pasar potensial sawit Indonesia ?
India, Afrika, Pakistan, Banglades, Amerika Serikat dan lain sebagainya. Kita ekspor lebih ke 50 negara. Jadi kalau di negara lain ada masalah, bisa mengoptimalkan ke negara lain. Tinggal negara mana yang paling mudah, kita maksimalkan, mana yang paling sulit kita belakangkan.

Selain menyediakan bahan baku biodesel, apa lagi kontribusi GAPKI ?
Sektor kelapa sawit berperan penting bagi perekonomian nasional. Tercatat total nilai ekspor produk sawit pada 2017 sebesar Rp 318,78 triliun yang merupakan terbesar. Selain jadi penyumbang devisa, industri sawit juga sebagai industri padat karya, jutaan masyarakat Indonesia bergantung pada sektor kelapa sawit. Kebun industri mampu menyerap 5,5 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Sementara petani swadaya mampu menyerap 4,6 juta orang.

Ekspor sawit menghasilkan devisa yang besar. Memperkuat necara perdagangan, kalau tidak ada devisa sawit mungkin neraca perdagangan nasional tambah defesit. Kemudian industri sawit ini menjadi harapan banyak orang.

Kalau industri ini terganggu, ada dua hal yakni 17 juta orang yang bekerja di sawit terganggu dan sendi-sendi ekonomi juga ikut terganggu. Misalnya kalau harga sawit turun, penjualan motor juga turun, penjualan mobil turun, yang pergi umroh juga turun karena petani sawit pendapatannya juga turun. Betapa besarnya kontribusi sawit untuk indonesia.

Dari sisi regulasi apakah ada hambatan di industri sawit ini, lalu perlu dukungan seperti apa dari Pemerintah ?
Sejauh ini tumpang tindih regulasi dan perizinan di perkebunan kelapa sawit dinilai menjadi permasalahan. Regulasi yang tidak konsisten menjadi pekerjaan rumah sektor sawit karena merupakan sumber ketidakpastian di dunia usaha.

Misalnya petani yang tidak memiliki sertifikat karena tidak jelas status lahan kebun sawitnya. Inilah yang harus segera dibenahi pemerintah. Begitu juga perusahan sawit yang terlibat tumpang tindih, harus segera dibenahi. Karena kalau tidak segera di benahi. Tidak akan bisa memiliki ISPO.

Jadi perlu dukungan pemerintah untuk menyelesaikan hambatan penyelesaian tumpang tindih dan perizinan di kawasan hutan.

Kebijakan tersebut yang harus di buat secara lengkap mekanisme penyelesaiannya. Sehingga baik perusahan yang mengalami tumpang tindih terutama petani harus memiliki solusi. Kalau tidak bagaimana bisa meningkatkan produktifitas. Untuk itu perlu segera diperbaiki, agar tidak berdampak luas mempengarui kinerja industri sawit.

Dukungan Bapak Presiden kepada sektor kelapa sawit diakui sangat besar. Ini ditunjukkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan sektor kelapa sawit termasuk pada program peningkatan produktivitas dan peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat.

Dukungan pemerintah lainnya ditunjukkan pada pelaksanaan program mandatori B30, pengembangan pasar-pasar ekspor baru, dan pengembangan SDM kelapa sawit di berbagai perguruan tinggi.

pemerintah cukup aktif mengkampanyekan industri sawit Indonesia di luar negeri. Khususnya di negara-negara tujuan ekspor. Bahkan Presiden selalu pasang badan memberikan perlindungan terhadap segala bentuk hambatan perdagangan minyak sawit khususnya di Eropa.

Apa harapan Bapak di Tahun 2020 ini ?
Pertama cuaca bagus, tidak hujan terus-menerus dan tidak kemarau berkepanjangan. Kalau hujan terus bisa menyebabkan banjir. Kalau kemarau panjang juga bisa menyebabkan kebakaran hutan. Kedua, iklim investasi bagus, artinya tidak ada gejolak politik atau isu yang heboh secara nasional. Karena itu akan mengangu iklim investasi.

Kalau iklim investasi tidak bagus, tentu akan membuat orang tidak akan melakukan investasi. Inilah yang di keluhkan Presiden soal iklim investasi. Ini tidak hanya komoditi sawit saja, itu semua sektor. Makanya investor pada lari ke Vietnam, tidak ke Indonesia. Itu masalah iklim investasi.

Pengusaha itu membutuhkan kepastian, kalau tidak ada kepastian tentu mereka akan mencari negara lain. Makanya pemerintah sedang mengajukan UU Omnibus Law ke DPR.

Kalau UU Omnibus Law ini terimplementasi dengan baik, akan mampu memperbaiki iklim investasi dan usaha di Indonesia.