Jakarta - Tugas berat ada di pundak Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beserta seluruh jajaran Kementerian yang dipimpinnya; bagaimana melindungi industri dalam negeri dan bertahan di tengah pandemik Covid-19 dengan segala akibatnya. Secara panjang lebar, Menteri Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskannya kepada FIVE, berikut petikan wawancaranya :
Di tengah pandemik Covid-19 saat ini, bisa Bapak jelaskan bagaimana kondisi pertumbuhan dunia perindustrian Indonesia saat ini ?
Pada triwulan II-2020, sektor industri manufaktur nasional masih memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 19,87%. Meskipun industri pengolahan nonmigas mengalami kontraksi sebesar 5,74 persen pada triwulan II-2020 yang disebabkan oleh wabah Covid-19, kami optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal membaik pada kuartal III-2020.
Selain itu ?
Beberapa sektor industri mampu mencatatkan pertumbuhan positif, termasuk industri kimia, farmasi, dan obat tradisional (8,65%), meningkat dari pertumbuhan di kuartal sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan permintaan domestik terhadap obat-obatan atau suplemen dalam upaya menghadapi wabah Covid-19. Kemudian, sektor industri logam dasar mampu tumbuh 2,76 persen. Kinerja positif ini karena peningkatan kapasitas produksi besi-baja di Sulawesi Tengah. Selain itu, peningkatan ekspor logam dasar, di antaranya komoditas ferro alloy nickel dan stainless steel.
Bagaimana dengan kinerja ekspor ?
Kinerja ekspor bulan Juli 2020 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Nilai ekspor industri pengolahan pada bulan Juli 2020 tercatat sebesar US$ 11,28 miliar, naik sebesar 16,95% dibanding Juni 2020 yang mencapai US$ 9,65 miliar. Sedangkan bila dilihat dari volumenya, ekspor industri pengolahan pada bulan Juli 2020 tercatat sebesar 9,51 juta ton, naik sebesar 7,73% dibanding Juni 2020 yang mencapai 8,83 juta ton. Neraca perdagangan industri pengolahan pada bulan Juli 2020 mencatatkan surplus US$ 2,84 miliar.
Menurut Bapak, bagaimana mewujudkan Indonesia menjadi negara industri yang berdaya saing dengan struktur industri yang kuat berbasiskan sumber daya alam dan sumber daya manusia ?
Kami menyadari bahwa pendalaman struktur industri mutlak diperlukan untuk pengembangan sektor industri yang lebih kuat. Sehingga, kami mendorong tumbuhnya industri yang mampu menghasilkan produk substitusi impor. Target kami adalah substitusi impor hingga 35% pada akhir 2022. Penurunan impor diharapkan berpengaruh pada peningkatan produksi tahun 2020-2022. Dari simulasi yang telah dilakukan Kemenperin, penurunan impor sebesar 35% di tahun 2022 dapat meningkatkan produksi hingga 12,89%.
Sektor apa saja yang perlu dipacu dalam target substitusi impor ?
Di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronika, dan kendaraan bermotor. Langkah ini akan dijalankan secara simultan dengan upaya peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan dengan target hingga mencapai 85% di tahun 2022.
Selanjutnya, kami juga terus mengupayakan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 untuk mendorong akselerasi transformasi manufaktur menuju Industri 4.0. Making Indonesia 4.0 menargetkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 besar ekonomi terbesar dunia di tahun 2030.
Target tersebut sejalan dengan meningkatnya kontribusi ekspor netto terhadap PDB hingga 10%, produktivitas terhadap biaya yang meningkat hingga dua kali lipat, serta pengeluaran terkait riset dan pengembangan (R&D) yang mencapai 2% produk domestik bruto (PDB).
Making Indonesia 4.0 juga diharapkan berkontribusi pada upaya substitusi impor bagi industri. Sektor industri telah ditetapkan sebagai prioritas pengembangan Industri 4.0 di Tanah Air, meliputi sektor makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, serta penambahan dua sektor baru, yaitu industri farmasi dan industri alat kesehatan.
Kedua sektor industri tersebut ditambahkan untuk segera mewujudkan Indonesia yang mandiri di sektor kesehatan. Keduanya perlu didorong untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri. Karenanya, inovasi dan penerapan industri 4.0 di sektor industri alat kesehatan dan farmasi dapat meningkatkan produktivitas sektor tersebut.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mendampingin Presiden Jokowi saat meninjau pabrik polyethylene senilai USD 380 juta milik PT Chandra Asri Petrochemical di Cilegon, Banten.
Misi dari Kemenperin adalah pemerataan pembangunan industri, peningkatan populasi industri, peningkatan daya saing serta produktivitas industri. Bagaimana penerapan misi ini di dalam berbagai kebijakan yang diambil ?
Kemenperin mendorong pemerataan pembangunan industri melalui pembangunan kawasan industri, terutama di luar Pulau Jawa. Hal ini seseuai dengan arahan Bapak Presiden mengenai hilirisasi industri sebagai kunci pembangunan industri.
Kami mengharapkan pengembangan perwilayahan industri dapat mempercepat pemerataan dan penyebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, telah diusulkan pengembangan 27 kawasan industri baru. Dari jumlah tersebut, hanya terdapat dua kawasan yang akan didirikan di Pulau Jawa. Misi kami adalah agar disparitas ekonomi bisa teratasi melalui pertumbuhan industri manufaktur. Setiap 1.000 hektare lahan yang akan digunakan untuk industri manufaktur diharapkan mampu menambah satu persen pertumbuhan ekonomi.
Berapa banyak kawasan industri yang telah terbangun ?
Hingga Juni tahun 2020, telah terbangun sebanyak 118 kawasan industri yang tersebar di seluruh indonesia. Sepanjang lima tahun, terjadi peningkatan kawasan industri, baik dari sisi jumlah maupun luasannya. Dari sisi jumlah, terjadi peningkatan sebesar 47,5%. Sementara dari sisi luas mengalami peningkatan 15.662,02 hektar atau sebesar 43,26%. Terdapat peningkatan jumlah dan luas kawasan industri di luar Jawa, yaitu sebanyak 14 kawasan industri dengan penambahan luas lahan seluas 8.664,36 hektare hingga saat ini.
Salah satu tugas Pemerintah memberikan perlindungan bagi industri dalam negeri di tengah membanjirnya barang impor sejenis. Komentar Bapak ?
Kementerian Perindustrian mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sehingga mampu memenangkan persaingan di pasar domestik maupun ekspor. Seperti yang sudah kami sampaikan, saat ini kami berupaya substitusi impor agar tumbuh di dalam negeri dengan proaktif menarik investasi baru.
Untuk mendukung dan memproteksi industri dalam negeri dari serbuan produk impor, pemerintah mencanangkan program substitusi impor hingga 35% di akhir 2020. Dengan pendalaman struktur industri, ketergantungan terhadap produk impor dapat berkurang. Selain itu, juga diterapkan instrumen pengendalian impor, antara lain melalui larangan terbatas, pemberlakuan pre-shipment inspection, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditas tertentu ke luar pulau Jawa, pembenahan LSPro, serta mengembalikan dari pemeriksaan post-border ke border dan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat.
Selanjutnya, dengan menaikkan tarif Most Favored Nation untuk komoditas strategis, menaikkan implementasi trade remedies (safeguard, antidumping, countervailing duty), SNI wajib atau technical barrier to trade, serta penerapan P3DN secara tegas dan konsisten.
Kebijakan apa saja yang telah dilakukan Kemenperin dalam melindungi industri dalam negeri di tengah pandemik Covid-19 saat ini ?
Pandemi Covid-19 tidak dipungkiri sangat berdampak pada kondisi sektor industri dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Utilisasi sektor industri mengalami penurunan dari 75% menjadi 40%. Sejak awal pandemi, Pemerintah telah berusaha mengantisipasi semakin melemahnya sektor industri dengan menjalankan beberapa langkah.
Upaya yang ditempuh Kemenperin adalah dengan mengeluarkan surat edaran terkait operasional perusahaan industri di masa pandemi Covid-19, yaitu Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang mewajibkan penerapan protokol kesehatan di lingkungan industri.
Selanjutnya, SE Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang mewajibkan industri memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) untuk dapat menjalankan usahanya di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Untuk memantau kepatuhan industri dalam menerapkan protokol kesehatan, Kemenperin juga mengeluarkan SE Nomor 8 Tahun 2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang Memiliki IOMKI.
Kebijakan ini memungkinkan perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri dapat beroperasi dengan aman selama PSBB.
Berapa banyak IOMKI yang telah dikeluarkan ?
Hingga saat ini, Kemenperin telah mengeluarkan sekitar 17,5 ribu IOMKI yang mewakili hingga 4,9 juta tenaga kerja.
Secara paralel, Pemerintah memberikan berbagai kebijakan fiskal dan non-fiskal yang menguntungkan baik untuk industri manufaktur maupun calon investor baru.
Kami memberikan stimulus untuk industri yang terkena dampak dalam bentuk relaksasi untuk pajak impor, pajak penghasilan, restitusi pajak pertambahan nilai, serta tunjangan pajak penghasilan untuk masing-masing perusahaan. Selain itu, Pemerintah juga menawarkan pajak potongan super hingga 300% untuk litbang dan 200% untuk pengembangan kejuruan.
Kemenperin kini fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35% pada 2022. Persiapan apa yang dilakukan sehingga angka 35% bisa berhasil ?
Selain melalui strategi yang telah kami sampaikan di atas, beberapa upaya yang dapat mendukung pencapaian target substitusi impor antara lain melalui pengembangan kawasan industri Bintuni, program Beli Produk Rakyat untuk industri kecil dan menengah (IKM), serta pengembangan Pusat Inovasi Pusat Inovasi Digital dan SDM Industri (PIDI) 4.0
Mengenai pengembangan KI Bintuni, kami mengusulkan agar program tersebut bisa menggunakan APBN multiyears sehingga pembangunannya dapat dilakukan dengan beberapa tahapan. Di tahun 2022, ditargetkan para tenant sudah bisa membangun pabrik masing-masing dan mulai berproduksi pada 2023.
Selanjutnya, di sisi IKM, kami menindaklanjuti arahan Bapak Presiden dengan menjembatani antara petani maupun nelayan dengan IKM. Dengan demikian, produk segar dari petani dan nelayan dapat langsung terserap oleh IKM sebagai bahan baku.
Sedangkan pembangunan PIDI 4.0 kembali dilaksanakan setelah sebelumnya mengalami refocusing anggaran untuk penanganan pandemi.
Kami beralasan, program ini perlu segera diwujudkan karena sektor industri sudah menunggu agar dapat bisa segera memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mendukung percepatan penerapan teknologi Industri 4.0 di perusahaan masing-masing. Fasilitas ini diharapkan mampu mendampingi pelaku industri dalam perjalanan transformasi digitalisasi searah program Making Indonesia 4.0.
PIDI 4.0 berperan sebagai showcase, training center, ekosistem, delivery center, serta sebagai proyek ujicoba dan brokerage di sektor industri. Kami juga menyiapkan proyek satelit PIDI 4.0 di berbagai lokasi untuk meningkatkan jangkauan kepada perusahaan industri.