ATR/BPN: Giant Sea Wall Sangat Penting Khususnya di Pulau Jawa

Agung Nugroho | Rabu, 10 Januari 2024 - 16:25 WIB


Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktur Jendral Tata Ruang Gabriel Triwibawa mengatakan dengan adanya Strategi Perlidungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) ini sangat penting sekali tetapi khususnya di Pulau Jawa.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Direktur Jendral Tata Ruang Gabriel Triwibawa saat wawancara dengan Majalah Five di Kantor Dirjen Tata Ruang,Kementerian ATR/BPN, Jakarta. Dok: Arsip FIVE

Jakarta - Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktur Jendral Tata Ruang Gabriel Triwibawa mengatakan dengan adanya Strategi Perlidungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall) ini sangat penting sekali tetapi khususnya di Pulau Jawa.

“Akan tetapi kalau di Jakarta perbandingannya kenaikan air itu sekitar 1 hingga 10 cm pertahun. Sedangkan kita berumur 10 tahun bisa berkurang 1 meter. Jadi apa yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan, Menko Perekonomian, dan Menteri ATR/Kepala BPN. Menurut saya skenarionya ada yang harus dipakai dengan preventif dan responsife. Tetapi untuk Giant Sea Wall memakai scenario responsife karena memang mau tidak mau kita harus menahan air laut masuk ke darat,” ujar Gabriel saat ditemui Majalah Five usai Seminar Nasional Giant Sea Wall di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Dia mengatakan tetapi aspek dari preventife itu juga ada seperti yang dikatakan apa penyebabnya penurunan air tanah tersebut ada tiga hal diantaranya pertama intruksi air laut kemudian mengeksploitasi air tanah dan ada beban pembangunan.

“Ketika terjadinya hal itu intruksi air laut bisa ditahan dengan Giant Sea Wall. Kemudian pengambilan air tanah dan beban pembangunan ini adalah yang dipaparkan oleh Pak Menteri ATR/Kepala BPN tadi sebagai non struktural. Ada pengaturan-pengaturan zonasi pembangunan sangat terbatas misalnya tidak boleh mengambil air tanah,” ucap Dirjen Gabriel.

Dirjen Tata Ruang mengatakan bahwa Gian Sea Wall ini sebagai suatu respon untuk menanggulangi daratan pantai utara yang tergenang oleh air ini adalah salah satu hal penting. “Akan tetapi seperti hal nya warga negara asing yang juga ikut hadir dalam acara seminar Giant Sea Wall bersama Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan ada pembangunan yang bersifatnya ideologis jadi dalam ruang yang sudah tersedia, lahan yang sudah tersedia inilah yang dikoferensif kan untuk melakukan pembangunan. Giant Sea Wall harus bersamaan dengan pembangunan ke wilayahan,” jelas Gabriel.

“Dalam sisi Tata ruang untuk Gian Sea Wall itu pihaknya sudah mempunyai di Pulau Jawa itu ada 4 (empat) KSN perkotaan, Jabodetabek Punjur, dimana untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya termasuk Banten ini ada regulasi yang memayungi baik yang sifatnya struktural maupun non struktural,” ujar Gabriel.

Demikian juga yang berada di Jawa Tengah, lanjutnya, ada yang namanya Gedung sepur, ada lagi nama nya gerbang kertasusila di Jawa Timur. Tetapi menurut penelitiannya tidak terlampau riskan penurunan air tanahnya.

Dia mengatakan kemudian di bagian selatan ada juga namanya Cekungan Bandung jadi sesungguhnya dari konsep tata ruang nasional yang dilakukan oleh KSN perkotaan, dan empat tersebut sudah mewadahi paying hukum untuk melakukan pembangunan Gian Sea Wall, pembangunan ekologis dan pembangunan ke wilayahan yang bersangkutan.

“Saya berharap dengan adanya Giant Sea Wall ini sangat konsern sekali jadi memang harus disiapkan dengan mantap. Tadi juga moderator telah menyimpulkan ini adalah subuah warming up sehingga harus ada Langkah-langkah berikutnya yang lebih tekinis dalam bentuknya seperti apa, dalam tataran yang lebih teknokratis dan termasuk dalam rencana penganggarannya,”tandas dia.