Jakarta - Pameran lukisan yang diinisiasi oleh MATALESOGE hospitABLElity Academy dan ArtSphere Gallery yang mengambil tema “Beyond Boundaries a Canvas of infinite Abilities” ini mencoba untuk memberikan ruang kepada dua seniman berbakat penyandang disabillitas autisme dan down syndrome.
Talenta keahlian dan bakat tidak hanya dimiliki oleh orang normal, tetapi mereka yang mempunyai kebutuhan khusus, juga memilikinya. Dan dalam rangka memperingati Hari Down Syndrome (21 Maret) serta Hari Austisme (2 April) sedunia digelar pameran lukisan hasil dari karya dua seniman berkebutuhan khusus.
"Kedua pelukis ini mempunyai perasaan yang sama seperti kita. Tema yang diangkat dalam pameran ini, ‘Beyond Boundaries a Canvas of infinite Abilities’ ini memiliki arti khusus," ujar Tommy Hermanses, Founder/CEO MATALESOGE Special Needs Services Center saat pembukaan pameran, Sabtu (30/3/2024) di ArtSphere Gallery, Dharmawangsa Square Level 2, Jakarta Selatan yang berlangsung dari 28 Maret - 8 April 2024.
Lewat pameran ini, lanjut Tommy, adalah mewakili perasaan mereka, dan bentuk untuk dihargai karya-karyanya dan ingin berupaya sebaik-baiknya. Kedua pelukis muda ini ingin menjadi yang terbaik walau dengan segala keterbatasannya.
“Beyond Boundaries” kedua pelukis ini berani menunjukkan kecintaan pada seni lukis dan melukis merupakan waktu yang menyenangkan serta waktu untuk menumpahkan kecintaan pada hobi yang dapat menghasilkan karya seni yang dapat membuat orang yang melihat berbahagia.
Salah satu karya pelukis muda penyandang down syndrome, Diego Luister Berel, diakui internasional dengan menang juara pertama kompetisi bertema” Artfusion” di Pameran The Holy Art Gallery, London pada 2022 lalu,” ujar Tommy.
Sedangkan, Tengku Omar Athallah, adalah anak dari artis Cindy Fatikasari dan Teuku Firmansyah. Menurut Cindy yang turut hadir pada pembukaan pameran tersebut mengatakan, perkembangan Omar sampai dengan hari ini tentunya tidak mungkin terjadi tanpa peran yang besar dari guru-guru tercinta, yang sudah begitu sabar dan tulus mengajar dan mendampingi Omar selama ini.
“Terima kasih Tommy Hermanses and Safrie Effendi. Kondisi Omar saat ini tidak membuatnya berkecil hati, Cindy pun menambahkan, “Omar sudah siap untuk memulai perjalanannya yang lain,” ucap Cindy.
Sementara Maya Sujatmiko, pemilik ArtSphere Gallery mengatakan kami sangat bangga bisa memamerkan karya-karya seniman spesial muda yang sangat berbakat. Sebuah kehormatan juga menjadi bagian dan platform dari perjalanan artistik dua seniman penyandang autis dan down syndrome.
“Memang dalam seni tidak ada batasan untuk berkarya dan dengan seni ini kita bisa berbicara dalam satu Bahasa, yaitu kebersamaan dan kesetaraan. Sukses terus Diego dan Omar, embrace your bright future. Saya sangat kagum dan hormat terhadap para orang tua yang berdedikasi dalam memberikan support yang luar biasa terhadap anak-anaknya yang special ini untuk menjadi panutan bagi para orangtua lainnya,” tutur Maya.
Begitu pula Safrie Effendie, Pengajar Visual Art di MATALESOGE hospitABLElity, mengatakan, penyandang autis dan down syndrome kerap mendapat pandangan negatif, tidak sedikit dari mereka dijauhkan masyarakat. Padahal, di balik kekurangan tersebut terdapat imajinasi yang tinggi, layaknya seniman profesional. Karya seni yang terlukis di atas kanvas memiliki nilai artistik bentuk ekspresi isi hati, sebagai cara penyandang autis/down syndrome berkomunikasi.
“Melalui lukisan, kita dapat menyelami daya pikiran mereka. Untuk membuat karya lukis ini mereka hanya butuh waktu 15 hingga 30 menit. Imajinasi anak autis dan down syndrome lebih tinggi dari anak regional. Sudut pandang yang diciptakan juga berbeda,” jelas Safrie.
Ditambahkannya, jika diselami lebih jauh, ada banyak yang dapat dieksplor oleh anak autis dan down syndrome. Selain lukisan, mereka juga memiliki karya seni yang tinggi.