Kasus Harun Masiku, KPK Periksa Ketua KPU RI

Marhadi | Selasa, 28 Januari 2020 - 15:14 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Ketua KPU RI Arief Budiman (Ist)

Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 yang menjerat eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan sejumlah kader PDIP.

Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Viryan Azis memenuhi panggilan penyidik KPK. Saat tiba di kantor komisi antirasuah, Arief menyatakan siap menjawab semua pertanyaan penyidik KPK.

"Saya enggak tahu kan pertanyaan penyidik apa. Pokoknya semua pertanyaan saya jawab," kata Arief di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/1/2020). 

Pihak KPK menjelaskan, kedua komisioner KPU itu akan menjalani pemeriksaan untuk tersangka Saeful Bahri.
"Diperiksa untuk tersangka SAE (Saeful Bahri)," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2020). 

Dalam kasus ini, KPK menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu, kader PDIP Harun Masiku, dan Saeful Bahri sebagai tersangka.      

Diketahui, caleg dari PDIP Harun Masiku melakukan penyuapan agar Wahyu Setiawan bersedia memproses pergantian anggota DPR melalui mekanisme PAW.              

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.   
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.     

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.          

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Donny selaku advokat.           

Adapun sisanya Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.      

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.     

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.