Jakarta - Kejaksaan Agung mengajukan upaya permintaan banding atas putusan Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap para terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022.
"Upaya hukum banding diajukan karena putusan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, terutama kerugian yang diderita masyarakat yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara," ucap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis.
Para terdakwa dalam kasus ini yakni Indrasari Wisnu Wardhana, Pierre Togar Sitanggang, Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Pada 4 Januari 2023, hakim telah membacakan putusan.
Mereka terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Terdakwa Indrasari Wisnu dijatuhkan pidana penjara selama 3 tahun," terang Ketut. Hakim juga menjatuhkan pidana sebesar Rp100.000.000 subsider 2 bulan kurungan. Kemudian, terdakwa Master Parulian, hakim menjatuhkan vonis penjara 1,5 tahun dan denda Rp100.000.000 subsider 2 bulan penjara. Bagi terdakwa Weibinanto, Pierre, dan Stanley, hakim memvonis mereka dengan pidana 1 tahun bui dan denda Rp100.000.000 subsider 2 bulan penjara.
Dalam persidangan, jaksa berpendapat perbuatan curang itu dilakukan secara bersama-sama oleh Indrasari dengan empat terdakwa lainnya. Maka timbul kerugian sekitar Rp18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara yang Rp6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi Rp12.312053.298.925. Merujuk perhitungan kerugian negara yang mencapai Rp6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp2.952.526.912.294,45. Kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Indrasari Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Akibat tidak ada penyaluran DMO, maka negara mengeluarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban publik. Perusahaan yang mengeruk untung akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Wilmar Group (Rp1.693.219.882.064), Musim Mas Group (Rp626.630.516.604), dan Permata Hijau Group (Rp124.418.318.216).