Jakarta - Mengacu pada Perpres 38 Tahun 2018, tentang Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045, indikator ekonomi makro terdiri dari tiga komponen, yaitu input, output dan outcome. Input adalah SDM dan anggaran, kemudian output, yaitu produktivitas riset dan outcome yaitu MFP (multifactor productivity).
"Pencapaian persentase anggaran itu bukan tujuan, karena itu indikator input. Tujuan kita adalah fokus ke output, bagaimana meningkatkan produktivitas riset dan meningkatkan MFP,” kata Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, pada Media Lounge Discussion, di Gedung B.J. Habibie, Jakarta, Jumat (24/2).
"MFP menunjukkan seberapa jauh riset itu memiliki efek terhadap ekonomi masyarakat di suatu negara," sambunyanya.
Lebih lanjut Handoko menjelaskan terkait anggaran riset dan inovasi dari APBN yang mengecil dari 2018 ke 2023. Dia merinci, anggaran riset dan inovasi dari APBN pada 2018 dari seluruh balitbang Kementerian/ Lembaga (K/L), sebesar Rp 26 triliun.
"Kemudian pada 2019, saat semua sudah tahu bakal ada integrasi balitbang K/L, banyak Kementerian yang memang sudah mulai mengalihkan anggarannya, yang tadinya diklaim sebagai anggaran riset, tinggal kira-kira Rp 21 triliun," jelasnya. Kemudian pada 2020, menjadi Rp 18 triliun.
BRIN dibentuk pada 2021, dengan total anggaran Rp 12 triliun dari semua balitbang K/L, termasuk lima entitas utama, yaitu Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN, dan LIPI.
"BRIN dimulai dari kondisi Rp 12 triliun, ini total dari semua K/L," katanya.
Tahun lalu, anggaran riset dan inovasi jadi sekitar Rp 9,5 triliun, dan tahun ini sekitar Rp 10 triliun.
"(anggaran) yang masuk di BRIN itu Rp 6,4 triliun, ditambah luncuran jadi sekitar Rp 7 triliun, misalnya pinjaman luar negeri yang tidak terserap di tahun lalu, itu kita carry over," tuturnya.
Selain itu, BRIN juga mengelola layanan program riset dari imbal hasil dana abadi riset, yang akumulasinya sekitar Rp 1 triliun.
Dia menjelaskan di samping BRIN, anggaran riset juga diperuntukkan kepada Kemendikbudristek dan Kementerian Agama yang menaungi perguruan tinggi, dengan total anggaran riset Rp 2 triliun.
Handoko menguraikan, dari anggaran BRIN Rp 6,4 triliun, sebagian besar, yakni Rp 4 triliun untuk belanja pegawai dan operasional, karena BRIN memiliki hampir 15 ribu pegawai.
BRIN akan memfokuskan anggaran dari imbal hasil dana abadi riset sebesar Rp 1 triliun untuk bahan riset habis pakai.
Sementara dana APBN yang bersumber dari rupiah murni, termasuk pinjaman luar negeri dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), akan digunakan untuk investasi infrastruktur dan SDM.
"Ini supaya jadi aset produktif dan sifatnya jangka panjang," ujarnya.