Hakim MK Arief Nilai Pilpres 2024 Ada Dugaan Intervensi dari Kekuasaan

Kiki Apriansyah | Senin, 22 April 2024 - 16:22 WIB


Hakim Konstitusi Arief menilai, baru kali ini ada dugaan intervensi kuat dari kekuasaan eksekutif yang jelas-jelas mendukung kandidat tertentu dalam Pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto :

Jakarta – Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan, penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 amat berbeda dibandingkan Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 yang dilaksanakan setelah Orde Baru runtuh.

Hakim Konstitusi Arief menilai, baru kali ini ada dugaan intervensi kuat dari kekuasaan eksekutif yang jelas-jelas mendukung kandidat tertentu dalam Pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Perbedaan ini terletak pada adanya dugaan intervensi kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif yang cenderung dan secara jelas mendukung calon tertentu dengan segenap infrastruktur politiknya," kata Arief saat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4).

Arief berpendapat anggapan bahwa presiden boleh berkampanye merupakan justifikasi yang tak dapat diterima nalar yang sehat dan etika yang peka.

Dia menjelaskan desain politik hukum UU Pemilu 7/2017 membolehkan presiden berkampanye punya cakupan ruang yang terbatas. Menurutnya, ketentuan ini berlaku ketika presiden mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden/wakil presiden untuk periode kedua.

"Artinya, presiden boleh berkampanye ketika posisinya adalah sebagai pasangan calon presiden dan bukan berkampanye untuk mempromosikan pasangan calon presiden tertentu ataupun yang didukungnya," tuturnya.

Oleh sebab itu, Arief mengatakan apa yang dilakukan Jokowi bertentangan dengan Pasal 299 ayat (1), ayat/(2), dan ayat (3); Pasal 300; dan Pasal 301 UU Pemilu.

Arief pun berpendapat Jokowi dan aparatnya bersikap tidak netral. Dia mengatakan seharusnya dalil-dalil pemohon dikabulkan.

"Semua dalil-dalil dianggap terbukti berlawanan dengan hukum, seharusnya dikabulkan. Mengabulkan permohonan untuk sebagian, memerintahkan a revote in Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Utara," kata Arief.

Meski begitu, pendapat Arief itu tak menjadi sikap akhir MK. Lima dari delapan hakim menolak seluruh permohonan dari Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD.

Selain Arief, ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion. Mereka adalah Enny Nurnaningsih dan Saldi Isra.