Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah segera menyiapkan skema vaksinasi massal penangkal COVID-19 karena penyebaran virus tersebut semakin meluas sementara proses pengadaan vaksinnya masih sangat terbatas.
Menurut dia, berkat kerjasama Indonesia dengan China melalui PT Bio Farma dengan Sinovac Biotech Ltd, telah menyelesaikan uji klinis tahap I, II dan sekarang masuk tahap III dengan melibatkan 1.620 relawan.
“Saat ini Bio Farma tengah melakukan uji klinis tahap III yang diperkirakan akan selesai pada akhir tahun ini. Mengingat bahan baku vaksin baru masuk dari China bulan November, maka diharapkan pada Februari 2021 vaksin corona dari Bio Farma sudah bisa digunakan masyarakat,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Bamsoet bersama para Pimpinan MPR lainnya usai berkunjung ke PT Bio Farma, di Bandung, Selasa (15/9/2020).
Menurut Bamsoet, mulai November 2020 hingga Desember 2021, Indonesia akan mendapatkan sekitar 260 juta bahan baku atau “bulk” vaksin CoronaVac dari Sinovac.
Dia menilai ketersediaan 260 juta bulk tersebut akan membuat Bio Farma bisa memproduksi sendiri 130 juta vaksin dan Indonesia juga menjalin kerjasama dengan Uni Emirat Arab melalui Bio Farma dan G-42 untuk pengadaan 10 juta vaksin Sinopharm pada Desember 2020.
“Kita patut bangga, karena tak semua negara bisa mendapatkan komitmen pengadaan vaksin dari lembaga farmasi terkemuka dunia,” ujarnya.
Dia mengingatkan, ada 260 juta penduduk Indonesia yang perlu di vaksin, sementara itu kesediaan vaksin yang siap pakai dari Sinovac maupun G-42, jumlahnya sangat terbatas.
Menurut dia perlu kemauan politik atau “political will” dari pemerintah untuk mengutamakan siapa saja yang berhak mendapatkan vaksin di periode awal ini.
“Sesuai saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), peruntukan awal vaksin harus diutamakan kepada tenaga medis dan kesehatan, kita tentu sangat setuju. Selanjutnya kepada kalangan yang rentan terpapar COVID-19, ini perlu di ‘breakdown’ lebih jauh, jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial,” katanya.
Dia meyakini, Bio Farma sebagai induk holding BUMN bidang Farmasi atau membawahi PT Kimia Farma dan PT Indofarma, dalam jangka panjang bisa memproduksi sendiri vaksin penangkal COVID-19 sesuai strain virus yang ada di Indonesia.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo menyebutnya sebagai Vaksin Merah Putih yang dikerjakan paralel antara Bio Farma dengan Kementerian Riset dan Teknologi serta Lembaga Eijkman dan perguruan tinggi.
“Memiliki pengalaman lebih dari 130 tahun di bidang farmasi, Bio Farma punya rekam jejak dan kredibilitas yang tidak perlu diragukan,” ujarnya.
Bamsoet menilai Bio Farma sebagai produsen vaksin terbesar di kawasan Asia Tenggara, produk yang dihasilkannya sudah digunakan di lebih dari 150 negara. Karena itu menurut dia memproduksi vaksin sesuai strain COVID-19 yang berkembang di Indonesia, bukan hal yang sulit bagi Bio Farma.
Bamsoet mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menargetkan pada Januari 2021 uji klinis selama sepuluh bulan terhadap Vaksin Merah Putih sudah bisa dilakukan.
“Karena itu pada kuartal ketiga 2021, Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri Vaksin Merah Putih dengan target produksi mencapai 320 juta di tahun 2022.
Sekitar 96 juta penduduk yang tergabung dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS akan mendapatkan vaksin tersebut secara gratis, sementara masyarakat umum lainnya bisa membeli dengan harga terjangkau,” katanya.