Kang Maman: Demokrasi Tanpa Pancasila Bisa Melahirkan Tirani

Kiki Apriyansyah | Rabu, 13 Agustus 2025 - 15:57 WIB


Demokrasi Indonesia harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila agar tetap relevan dan tidak berubah menjadi alat kekuasaan yang tiranik.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota Badan Kajian MPR RI KH. Maman Imanuel Haq (tengah), Anggota MPR RI unsur DPD RI Lia Istifhama (kiri) dan Pengamat politik Indonesian Public Institut (IPI) Karyono Wibowo (Kanan) saat memberikan paparan dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan Tema "Kedaulatan rakyat dalam prespektif demokrasi Pancasila" di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/8/2025).

JAKARTA — Anggota Badan Pengkajian MPR RI Fraksi PKB, KH. Maman Imanul Haq menegaskan bahwa demokrasi Indonesia harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila agar tetap menjadi sistem yang relevan dan tidak melahirkan kekuasaan yang tiranik.

Hal itu disampaikan Kang Maman sapaan akrabnya dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema “Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Demokrasi Pancasila”, yang berlangsung di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (13/8/2025).

"Kedaulatan rakyat itu sangat jelas tertuang dalam Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945. Tapi demokrasi, jika tidak dilandasi nilai-nilai Pancasila, bisa menyimpang dan bahkan melahirkan tirani seperti Hitler," ujar Kang Maman.

Menurutnya, demokrasi bukan sistem yang paling sempurna, namun masih menjadi cara paling relevan untuk mengelola kekuasaan di Indonesia. Apalagi Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dengan lebih dari 200 juta pemilih.

Ia menekankan, tanpa Pancasila, demokrasi dapat kehilangan ruh-nya.

“Kalau tidak berdasarkan nilai ketuhanan, bisa berubah dari 'Ketuhanan Yang Maha Esa' menjadi 'Keuangan Yang Maha Kuasa'. Demokrasi tanpa adab bisa menumbuhkan intimidasi, sebagaimana terjadi dalam beberapa pemilu lalu,” tegasnya.

Kang Maman menyoroti pentingnya prinsip permusyawaratan yang kini mulai dipraktikkan kembali, termasuk oleh Presiden Prabowo.

“Musyawarah itu puncak demokrasi. Demokrasi bukan untuk saling menonjolkan kekuatan, tapi mencari format terbaik. Ini harus dikembalikan dalam praktik politik kita,” ujarnya.

Ia juga menyinggung tentang persoalan kuota haji dan pungutan pajak di beberapa daerah, yang menurutnya menjadi contoh penyimpangan regulasi tanpa landasan konstitusional.

“Kasus Bupati Pati dengan pajak 250% dan manipulasi kuota haji itu memperlihatkan arogansi kekuasaan. Ini bentuk penyimpangan terhadap konstitusi,” katanya.

Meski mengkritisi, Kang Maman tetap optimistis dengan demokrasi Indonesia yang stabil. Ia mencatat Indeks Demokrasi Indonesia masih di angka 79,51 dan masuk peringkat 59 dunia.

Namun, ia mengingatkan pentingnya edukasi politik, kaderisasi di partai politik, dan reformasi pendanaan politik agar demokrasi tidak dikuasai oleh pemilik modal.

“Demokrasi sehat kalau negara punya kebijakan rasional dan media menjadi pilar utama. Kita butuh literasi digital dan penguatan civil society, bukan intimidasi,” tuturnya.

Dalam sesi yang sama, anggota MPR dari DPD RI Dapil Jawa Timur, Lia Isthifhama, menambahkan pentingnya menjadikan demokrasi sebagai milik generasi muda.

“Saya sangat tersentuh dengan apa yang disampaikan Kang Maman. Kita bicara demokrasi bukan hanya soal hari ini, tapi untuk generasi masa depan,” katanya.

Ia menyoroti urgensi edukasi politik di kalangan anak muda dan pentingnya mengangkat kembali kesadaran publik akan lembaga-lembaga negara, termasuk peran MPR.

“Kalau kita bicara PPHN, RPJM, dan RPJP—apakah generasi sekarang masih kenal istilah itu? Edukasi harus dimulai dari dasar,” ujar Lia.

Menurutnya, jika rakyat menyepakati suatu perubahan melalui konsensus nasional, maka hal itu sah menjadi dasar konstitusi, bahkan jika tidak tertulis. Namun prosesnya harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Diskusi ini menjadi refleksi penting bagi masa depan demokrasi di Indonesia. Baik Kang Maman maupun Lia menekankan bahwa demokrasi Indonesia hanya akan sehat jika dikembalikan pada nilai-nilai Pancasila, dijalankan dengan adab, dan terus dikawal melalui edukasi politik yang berkelanjutan.

“Demokrasi itu bukan hanya tentang stabilitas politik. Ia harus membawa keadilan, kemaslahatan, dan rasa memiliki oleh seluruh rakyat,” pungkas Kang Maman.

Baca Juga