Jakarta - Badan Pangan Nasional (NFA) memperkuat kerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam memastikan data pangan yang akurat dan relevan dengan kondisi di lapangan. Sinergi kedua lembaga ini dipandang krusial untuk menjaga stabilitas pangan nasional serta menyusun kebijakan berbasis data yang lebih tepat sasaran.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, menekankan bahwa data menjadi acuan utama dalam penyusunan strategi pangan. Namun, menurutnya, data juga perlu dilengkapi dengan pemantauan langsung di lapangan agar benar-benar mencerminkan situasi yang dihadapi masyarakat.
“Kami menjunjung tinggi data sebagai dasar kebijakan. Namun, penting juga bagi NFA melakukan observasi langsung agar angka-angka yang digunakan selaras dengan realita di hulu hingga hilir,” ujar Arief, Kamis (11/9/2025).
Ia menjelaskan, pemantauan NFA mencakup aspek pasokan, fluktuasi harga, hingga tantangan yang dihadapi petani dan konsumen. Langkah ini, kata dia, menjadi bentuk check and balance terhadap data, sekaligus penguatan kerja sama dengan BPS.
Sementara itu, Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menuturkan bahwa BPS terus meningkatkan kualitas data produksi pangan dengan metodologi survei modern. Salah satunya melalui Survei Kerangka Sampel Area (KSA) yang dilakukan di ratusan ribu titik di seluruh Indonesia, serta Survei Ubinan untuk mengukur produktivitas secara riil.
“Dengan metode ini, kami bisa menyajikan data produksi padi yang lebih akurat dan terkini, termasuk memperhitungkan dampak iklim, hama, maupun faktor lain yang memengaruhi hasil panen,” jelas Amalia.
Kolaborasi antara NFA dan BPS, menurut Amalia, bukan sekadar pertukaran data, melainkan juga proses penyelarasan agar informasi statistik dapat langsung menjadi rujukan kebijakan yang aplikatif.
Melalui langkah ini, pemerintah berharap ketahanan pangan nasional dapat terus terjaga dengan mengedepankan akurasi data dan pemahaman mendalam atas kondisi riil masyarakat.