Jakarta - Provinsi Jawa Barat kembali menegaskan posisinya sebagai wilayah dengan tingkat kerentanan bencana tertinggi di Indonesia. Merespons kondisi tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkuat langkah mitigasi gempabumi dengan menggandeng perguruan tinggi melalui kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penilaian Kerentanan Bangunan di Kota Cimahi.
Berdasarkan data Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkomben) BNPB, hingga 8 Oktober 2025 tercatat 336 kejadian bencana terjadi di Jawa Barat, menjadikannya provinsi dengan catatan bencana tertinggi nasional. Sebagian besar bencana yang terjadi adalah banjir, tanah longsor, dan angin kencang, diikuti potensi gempa bumi akibat banyaknya sesar aktif yang membentang di wilayah ini.
Menurut data Pusat Gempa Nasional (PusGeN), jumlah sesar aktif di Indonesia meningkat dari 295 pada tahun 2017 menjadi 402 pada tahun 2024. Di Jawa Barat sendiri, beberapa sesar besar seperti Sesar Lembang, Cimandiri, Baribis, dan Cugenang menjadi perhatian karena lokasinya berdekatan dengan kawasan padat penduduk.
Menanggapi tingginya risiko tersebut, BNPB melalui Direktorat Mitigasi Bencana menggelar kegiatan Bimbingan Teknis Penilaian Kerentanan Bangunan di Fakultas Teknik Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Cimahi, pada Rabu (8/10/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program prioritas nasional dalam rangka mengurangi risiko kerusakan akibat gempa, sekaligus memperkuat kapasitas masyarakat dan akademisi dalam memahami konstruksi bangunan tahan gempa.
Setelah sebelumnya digelar di Cilegon, Sukabumi, dan Bandung, Kota Cimahi menjadi lokasi keempat pelaksanaan program ini. Hingga kini, BNPB telah mengumpulkan lebih dari 3.000 data rumah dari tiga kota terdahulu dan menargetkan tambahan 1.000 rumah di Cimahi untuk dinilai tingkat kerentanannya.
Sebanyak 55 peserta mengikuti bimtek, terdiri atas mahasiswa teknik sipil, perwakilan BPBD Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, serta staf pengajar UNJANI.
Para peserta akan melanjutkan kegiatan dengan survei lapangan pada 10–15 Oktober 2025 untuk menilai langsung kondisi bangunan warga.
Direktur Mitigasi Bencana BNPB menegaskan bahwa kehadiran mahasiswa dan akademisi menjadi bagian penting dalam memperkuat mitigasi berbasis ilmiah. “Kami ingin agar hasil penilaian ini tidak hanya menjadi data teknis, tapi juga menjadi dasar rekomendasi kebijakan di tingkat daerah,” ujarnya.
Selain pembekalan teori bangunan tahan gempa, peserta juga dilatih menggunakan instrumen penilaian rumah swadaya, yang hasilnya dapat digunakan pemerintah daerah dalam perencanaan pengurangan risiko bencana.
Kegiatan ini turut menjadi bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Plt. Deputi Bidang Pencegahan BNPB Drs. Pangarso Suryotomo, M.MB membuka kegiatan secara resmi. Turut hadir dalam acara tersebut Dekan Fakultas Teknik UNJANI, Kalaksa BPBD Kota Cimahi, serta perwakilan Kementerian PUPR dan Museum Gempa Bumi Yogyakarta.
BNPB juga mendorong UNJANI untuk memperluas kolaborasi melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan pengembangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Penanggulangan Bencana, agar upaya mitigasi bencana dapat berjalan lebih sistematis dan berkelanjutan.