Firman Subagyo Soroti Ketentuan Zat Adiktif di RUU Kesehatan

Kiki Apriyansyah | Kamis, 25 Mei 2023 - 19:47 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota Badan Lesgilasi (Baleg) DPR RI Firman Subagyo dalam Diskusi Forum Legislasi dengan tema 'Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan' di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 25/5/2023

Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo mempersoalkan mengapa daftar investarisasi masalah (DIM) pemerintah tiba-tiba masukkan pasal zat adiktif yang dikaitkan dengan tembakau dalam RUU Kesehatan.

Penolakan atas pasal zat adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus menggema di masyarakat.

“Sekali lagi kami menyampaikan kepada publik bahwa Undang-Undang kesehatan tidak ada irisan, tidak ada titik singgungnya dengan masalah yang namanya pertembakauan. Apalagi zat adiktif yang disertakan dengan narkoba. Itu sama sekali tidak pernah kita bahas,” tegas Firman Subagyo dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan’ di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 25/5/2023.

Firman yang juga anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan mempertanyakan mengapa justru pemerintah kembali memasukan aturan zat adiktif yang pada rapat-rapat sebelumnya tidak pernah dibahas dengan DPR.

“Berarti kan ini ada pasal sisipan entah Menteri kesehatan atau teman-teman di kesehatan ini ada titipan dari mana? Itu kita tidak tahu, tetapi yang bersinggungan dengan masalah rokok vape, itu memang kita bahas di Undang-Undang BPOM,” ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu.

Hal lain yang dipertanyakan Firman adalah tembakau dalam sistem hukum di Indonesia legal. Bahkan industri rokok di tanah air menjadi penyumbang terbesar dalam sumber pemasukan keuangan negara. Belum lagi, katanya profesi petani tembakau yang banyak menggantung hidupnya dari tembakau dan memberi nilai-nilai positif bagi negara.

Lebih jauh, Firman menjelaskan pungutan dari rokok mencapai Rp 178 triliun saat terjadi pandemi Covid-19, bahkan pasca melandainya pandemi pemerintah menargetkan pemasukan dari rokok mencapai Rp 222 triliun. Lalu penyerapan tenaga kerja dari mulai industri rokok sampai kepada petani hampir kurang lebih 5 juta tenaga kerja.

Artinya, sambung Firman potensi ekonomi dari penerimaan negara tembakau sangat besar. Oleh karena itu, ia mempertanyakan mengapa justru pemerintah tidak melihat potensi. Padahal derajat menteri keuangan itu selalu meningkatkan cukai rokok untuk kepentingan yang namanya mensubsidi BPJS.

“Kembali lagi selalu menteri kesehatan bikin heboh, menyusupkan lagi pasal-pasal yang tidak ada korelasinya dengan undang-undang ini. Jadi ini patut dipertanyakan,” kritik Firman.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andriantomenerangkan, dari 6 juta user (pengguna)  tembakau alternatif hanya segelintir saja yang terlibat dalam penggunaan narkoba. Artinya, penyelewengannya sangat minim.

Merujuk pada penindakan kepolisian terhadap pencampuran likuid dengan sabu pada Januari 2023 lalu di Jakarta Barat, APVI juga menaruh perhatian serius. “Kita dari asosiasi, kita dari seluruh stakeholder kita juga sangat memperhatikan ini, kita juga bikin namanya stop vape ilegal, termasuk itu pemberantasan untuk pengaduan-pengaduan nantinya adanya yang tentang narkoba, tentang yang ilegal, tanpa cukai semua kita kita lakukan,” tandas Aryo.