Berhasil Tekan Deforestasi, Indonesia Akan Terima Rp 840 M dari Norwegia

Yapto Prahasta Kesuma | Kamis, 21 Mei 2020 - 05:06 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Menteri LHK Siti Nurbaya

Jakarta - Beberapa kebijakan Pemerintah RI di bidang lingkungan mampu menekan emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan. Atas hasil kerja penurunan GRK tersebut, Indonesia akan menerima pembayaran hasil kerja penurunan emisi GRK dari Norwegia, yang diproyeksi berjumlah $56 juta atau sekitar Rp 840 miliar.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menerangkan, penyerahan dana akan dilakukan pada bulan Juni mendatang. Waktu tersebut Bertepatan dengan peringatan 10 tahun kerja sama pendanaan iklim melalui komitmen nota kesepakatan (letter of intent/LOI) pada 2010 yang disepakati kedua negara.

''Diproyeksikan bulan Juni 2020 dana tersebut dibayarkan dengan skema Result Based Payment (RBP). Ini merupakan pembayaran pertama kalinya atas prestasi penurunan emisi karbon dari kehutanan tahun 2016/2017. Keberhasilan mengurangi emisi ini tidak terlepas dari komitmen, dukungan dan upaya korektif pemerintah secara kolektif di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi,'' ujar Siti dalam keterangan tertulis, Rabu (20/5/2020).

Saat ini, lanjut Siti, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah dokumen dan laporan sebagai prasyarat pembayaran. Dokumen tersebut meliputi, measurement, reporting, and verification (MRV) sebagai basis panduan penghitungan RBP untuk kinerja REDD+ Indonesia sejak tahun 2016, dan mencapai kesepakatan pada Februari 2019.

Pemerintah juga mempersiapkan laporan penurunan emisi GRK sebagai dasar pengajuan pembayaran RBP pertama. Laporan ini memuat penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tahun 2016/2017, dengan data baseline tahun 2006/2007 sampai dengan 2015/2016.

Penurunan emisi GRK Indonesia tahun 2016/2017 dilaporkan sebesar 4,8 juta ton CO2eq. Pengajuan resmi dilakukan pada Juni 2019 untuk RBP pertama dari REDD+, dan selanjutnya dilakukan verifikasi sesuai ketentuan MRV.

Setelah verifikasi oleh pihak Norwegia pada 1 November 2019 hingga Maret 2020, didapatkan data penurunan emisi tahun 2016/2017 yang lebih tinggi dari laporan semula, yaitu sebesar 11,2 juta ton CO2eq.

"Hasil penilaian ini yang dipakai Norwegia sebagai dasar untuk pembayaran kinerja pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan Indonesia tahun 2016/2017," terang Siti.

Adapun harga per ton CO2eq sebesar $5, yang mengacu harga yang berlaku pada World Bank tentang REDD+. Setelah pembayaran pertama, selanjutnya akan dilaksanakan pembayaran karbon atau RBP atas prestasi kerja tahun 2017/2018 dan seterusnya.

Siti mengatakan, dana tersebut akan diserahkan Norwegia kepada Indonesia melalui Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BP-DLH). Hal ini mengacu pada PP 46 Tahun 2017 tentang instrumen ekonomi Lingkungan Hidup dan Perpres Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.

"Bapak Presiden memerintahkan agar dana ini nantinya digunakan untuk program pemulihan lingkungan berbasis masyarakat, yaitu dengan sebanyak mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, seperti penanaman pohon dan upaya-upaya revitalisasi ekonomi lokal yang berkelanjutan," ungkap Siti.

Saat ini pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi yang mengatur emisi GRK menjadi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) atau carbon pricing. Melalui koordinasi Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, telah disusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Instrumen Nilai Ekonomi Karbon. Rancangan Perpres tersebut mencakup pengaturan Instrumen pengendalian GRK nasional dan penyelenggaraan kontribusi yang ditetapkan secara nasional.

"Melalui surat, sudah saya laporkan juga kepada bapak presiden hal-hal tersebut, yaitu mengenai pembayaran hasil penurunan emisi GRK dari Norway, implementasi Letter of Intent RI-Norway dan rencana addendum, serta pengaturan atau regulasi bisnis karbon dan penurunan emisi GRK," ujar Siti.