Jakarta – Dewas KPK menyatakan Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, melakukan pelanggaran berat. Kini Firli diminta untuk mengundurkan diri sebagai Ketua KPK. Firli dinilai telah melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf a atau Pasal 4 ayat 1 huruf j dan Pasal 8 ayat e Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan Firli melanggar kode etik karena melakukan hubungan langsung dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ujar Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (27/12).
Dewas KPK menghukum Firli dengan sanksi berat yaitu merekomendasikan yang bersangkutan untuk mengundurkan diri. Adapun Firli tidak menghadiri sidang putusan etik ini.
Dewas KPK dalam pertimbangannya menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan saksi SYL yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dan dan komunikasi dengan SYL
Pertemuan Firli dengan SYL terjadi tiga kali, masing-masing pada 12 Februari 2021 di rumah sewaan Firli di Jalan Kertanegara, Jaksel.
Kemudian pertemuan kedua pada 23 Mei 2021 di rumah Firli di Bekasi. Pertemuan ketiga terjadi di GOR Tangki, Mangga Besar pada 2 Maret 2022.
Kemudian fakta persidangan mengungkap komunikasi Firli dengan SYL pada 23 Mei 2021, Juni 2021, Oktober 2021, Desember 2021 dan Juni 2022.
"Terperiksa tidak pernah memberitahukan komunikasi-komunikasi yang dilakukan melalui aplikasi WhatsApp tersebut kepada pimpinan yang lain," demikian tertulis dalam fakta sidang etik Firli Bahuri.
Selain itu, terdapat dua pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lainnya yakni Firli tidak melaporkan secara benar harta kekayaan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), termasuk utang serta sewa rumah di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Dalam pertimbangannya, Dewas KPK mengutarakan hal yang memberatkan dan meringankan Firli.
Dewas KPK tidak menemukan hal meringankan bagi Firli.
"Hal memberatkan terperiksa tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam sidang kode etik dan kode perilaku. Serta terdapat kesan memperlambat jalannya pemeriksaan," demikian uraian Dewas KPK.
Sebelum putusan Dewas KPK ini, Firli telah lebih dulu menyampaikan surat permohonan pengunduran diri dari jabatannya di KPK kepada Presiden Joko Widodo, sejak Senin, 18 Desember lalu.
Firli menegaskan bahwa dirinya mundur dari jabatan ketua merangkap anggota. Namun, surat pengunduran diri itu tidak diterima dan tidak diproses oleh Presiden Jokowi.