Jakarta - Presiden Jokowi meminta agar Indonesia harus terus konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan gas rumah kaca, kemudian juga perlindungan gambut dan percepatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Permintaan Kepala Negara itu disampaikan tatkala menerima laporan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya terkait kepentingan pemerintah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK)/Carbon Pricing dengan sebuah kebijakan resmi.
Menurut Siti, Kebijakan pemerintah dalam pengaturan NEK ini akan mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim yang sedang dilakukan Indonesia bersama masyarakat dunia. Dalam kaitan ini Presiden Joko Widodo setuju segera diatur nilai ekonomi karbon.
“Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% pada tahun 2020 dan 29% pada 2030,” kata Menteri Siti di Jakarta, dalam rapat terbatas itu, belum lama ini.
Lebih jauh ia mengemukakan besaran itu kemudian ditingkatkan seusai ratifikasi Indonesia atas perjanjian Paris/Paris Agreement tahun 2015 menjadi 29% pada tahun 2030 dan 41% dengan dukungan kerja sama internasional, termasuk dengan skema REDD+ (Reduction Emission Deforestation and Degradation).
Komitmen tersebut telah dicatatkan sebagai National Determination Contribution (NDC) Indonesia kepada dunia.
Kebijakan pengaturan Instrumen NEK akan menjadi landasan legal yang kuat dalam rangka mencapai target NDC Indonesia serta untuk mendukung pembangunan rendah karbon.
Dalam rapat terbatas itu juga Menteri LHK melaporkan kepada Presiden Jokowi terkait perkembangan kerja sama Indonesia - Norwegia dalam menurunkan emisi karbon, serta pentingnya Indonesia memiliki aturan pemerintah yang mengatur tentang nilai ekonomi karbon.
Menteri Siti lebih lanjut menjelaskan, potensi karbon Indonesia sangatlah besar. Potensi tersebut jika dibarengi dengan ketersediaan landasan legal Indonesia menetapkan NEK, maka akan dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kebijakan pengaturan NEK ini diusulkan Menteri Siti berbentuk Perpres yang memuat pengaturan penyelenggaraan NEK, termasuk mekanisme perdagangan karbon (cap and trade dan carbon offset), Result Based Payment (RBP) dan Pajak atas karbon, serta upaya pencapaian target NDC (Mitigasi dan adaptasi) yang terkait dengan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dan pembentukan Instrumen Pengendalian dan Pengawasan (MRV, SRN, Sertifikasi).
Jika Perpres ini telah disetujui maka KLHK akan mampu menyusun roadmap ekonomi karbon untuk jangka panjang.