Diskusi Kebangsaan, Ibas Yudhoyono : Setiap Keluarga Harus Mendapatkan Akses Pendidikan yang Layak

Yapto Eko Prahasta | Selasa, 04 Maret 2025 - 13:05 WIB


Pemberian tunjangan kinerja (tukin) kepada dosen juga akan memberikan motivasi besar bagi para dosen dalam mendidik anak-anak bangsa. Dosen adalah arsitek unggul yang berperan besar dalam pembentukan karakter generasi muda.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : MPR

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan pendidikan tinggi adalah salah satu pilar utama menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang inovatif, berdaya saing, dan berkontribusi pada kemajuan teknologi dan ekonomi nasional. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945.

"Sangat jelas, yang menyebutkan bahwa setiap keluarga harus mendapatkan akses pendidikan yang layak, selaras dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum setidaknya dalam preambule kita UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa," kata ujar Ibas, dalam keterangannya, Selasa (4/3).

Hal tersebut disampaikan Ibas dalam Diskusi Kebangsaan dengan topik 'Dosen Sejahtera, Riset Bermakna, Pendidikan Berkualitas', Senin (3/3).

Dalam penjelasannya, pelaksanaan Pasal 31 UUD 1945 dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai program secara berkelanjutan, salah satunya program wajib belajar 9 tahun. Ibas juga memaparkan beberapa program pemerintah untuk menunjang pendidikan.

Beberapa di antaranya ada program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan untuk pelajar berprestasi ada Beasiswa Unggulan, Beasiswa Indonesia Maju (BIM), hingga LPDP. Sehingga dalam kesempatan ini Ibas menegaskan selain program bantuan pendidikan tersebut, tukin sangatlah penting.

"Sehingga tukin, tunjangan kinerja dosen ASN menjadi penting. Kita harus ingat, bahwa pemberian tukin ini akan berdampak pada kualitas pendidikan," tegas Ibas.

Menurut Ibas, kesejahteraan dosen yang terpenuhi akan memberikan motivasi besar bagi para dosen dalam mendidik anak-anak bangsa. Karena kesejahteraan dosen yang terpenuhi berhubungan erat dengan motivasi dosen dalam mendidik para generasi muda Indonesia.

Namun, pada kenyataannya, hingga kini masih banyak masalah dan kendala dalam proses pemberian tukin dosen-dosen di Indonesia.

Meski demikian, hingga kini masih terdapat banyak kendala dalam proses implementasinya, mencakup keterlambatan pembayaran, ketimpangan antara dosen Kemendikbud dan dosen Kemenag, serta tidak meratanya tukin bagi dosen yang belum tersertifikasi.

Berdasarkan data Kemendikbudristek RI tahun 2023 tercatat lebih dari 183 ribu orang (dosen) yang masih menunggu pembayaran tukin, dengan total kebutuhan anggaran mencapai Rp 70.3 triliun. 

Masih cukup minimalis

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini kemudian membandingkan dengan apa yang terjadi di dunia terkait gaji dan tunjangan dosen-dosen dari negara lain.

"Kadang kita perlu membandingkan terkait dengan apa yang terjadi di dunia bukan hanya sekedar membandingkan tetapi melihat sejauh mana kita bisa berproses menuju titik tersebut. Tentu yang lebih maju gaji pokok dosen seperti benchmark di Australia, Singapura, Jepang itu sangat tinggi," papar Ibas.

"Di Australia itu Rp 90 juta, di Singapura sekitar Rp 70 juta, di Jepang sekitar Rp 40 juta sementara Indonesia ini masih cukup minimalis. Untuk itu kita sebagai wakil rakyat, terus mencoba mendorong, memperhatikan dan memastikan agar peningkatan tidak hanya dari tukin saja tapi kesejahteraan juga dirasakan secara berkelanjutan," sambungnya.

Menurut Ibas, kesejahteraan tidak hanya untuk dosen, tapi juga TNI, POLRI, ASN, dan profesi lainnya. Bahkan gaji dosen negara tetangga di ASEAN, seperti Filipina dan Vietnam lebih tinggi daripada di Indonesia.

Ibas menyampaikan Kementerian Keuangan pun meminta kejelasan dalam rangka penyesuaian nomenklatur dengan yang berlaku saat ini demi meningkatkan daya saing akademik nasional.

Dirinya mendengar dan membaca Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) RI Brian Yuliarto menyatakan pihaknya akan memfokuskan pembayaran tukin dosen tahun ini yang telah disetujui nominalnya sebesar Rp 2,5 triliun oleh Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan.

Menurut Ibas, menjamin kesejahteraan tenaga pendidik dosen adalah langkah yang sejalan dengan 4 Pilar Kebangsaan dan Asta Cita. Oleh karena itu, pemberian tukin harus dilihat sebagai bagian dari upaya pembangunan pendidikan nasional yang lebih baik dan lebih sesuai dengan cita-cita Pancasila.

"Sebagai arsitek generasi unggul, profesor, dan dosen tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga membangun karakter dan daya saing mahasiswa, agar siap dan tangguh menerima tantangan dunia yang terus berubah. Sehingga tidak hanya sekedar formalitas mendapat ujian secara berjenjang tapi juga kualitas dari sisi karakteristik," kata Ibas.