Jakarta - Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) mengingatkan seluruh pemangku kepentingan pangan untuk waspada terhadap dinamika ketersediaan dan harga pangan pokok, terutama beras, menjelang akhir 2025 hingga awal 2026.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya pengelolaan stok pangan dan pemantauan tren produksi.
"Pada periode November, Desember 2025, dan Januari 2026, produksi padi bulanan secara historis berada di bawah tingkat konsumsi bulanan. Oleh karena itu, kita harus hati-hati menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar," ujar Arief, usai menghadiri Rapat Konsolidasi Satgas Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Banda Aceh, Kamis (18/9/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional Januari–September 2025 mencapai 28,22 juta ton, meningkat 12,70 persen dibanding periode sama tahun lalu. Dengan konsumsi yang mencapai 23,21 juta ton, neraca produksi-konsumsi menunjukkan surplus 5,01 juta ton.
Meski capaian ini positif, Arief mengingatkan agar tidak lengah. Rata-rata konsumsi bulanan beras mencapai 2,5 juta ton, sedangkan produksi padi menurun pada November–Januari. "Cadangan pangan pemerintah ibarat rem dan gas, harus dikelola agar masyarakat mendapatkan beras dengan harga terjangkau, sementara petani juga terlindungi harga gabahnya," tegasnya.
Selain stok, pengendalian harga juga menjadi fokus. Data Panel Harga Pangan NFA per 18 September 2025 menunjukkan harga beras medium di Zona 1 turun di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET), Rp 13.434 per kilogram. Zona 2 berada di Rp 14.049 per kg, mendekati HET, sedangkan Zona 3 masih di atas HET, Rp 15.976 per kg.
Arief menegaskan perlunya koordinasi antar pemerintah pusat, daerah, Bulog, dan pelaku usaha. "Kunci utamanya adalah memantau data dengan cermat, memastikan distribusi berjalan lancar, dan bila diperlukan melakukan intervensi melalui operasi pasar atau penyerapan hasil petani. Dengan begitu, keseimbangan antara produsen dan konsumen dapat terjaga," katanya.
Pemerintah juga terus mengendalikan inflasi, terutama inflasi pangan atau volatile food. Tingkat inflasi pangan dibuka Januari 2025 di angka 3,07 persen, turun ke 0,57 persen pada Februari–Juni, namun mulai Juli–Agustus naik menjadi 3,82 persen dan 4,47 persen. Lonjakan ini menjadi alarm agar program intervensi pangan terus digencarkan.