Kemnaker Terus Sosialisasikan Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Yapto Prahasta Kesuma | Rabu, 03 Maret 2021 - 11:22 WIB


"Sosialisasi ini tidak berhenti di sini saja, kami akan terus berkomitmen untuk menyosialisasikan semua ketentuan peraturan perundangan pelaksana dari UU Ciptaker. Semoga dapat memberikan informasi dan pemahaman yang baik," kata Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Dok. Kemnaker

Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) berkomitmen terus menyosialisasikan 4 Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan kepada para pemangku kepentingan. Dengan begitu, diharapkan tercipta pemahaman yang sama antar stakeholders, sehingga dapat meningkatkan implementasi keempat PP.

Adapun keempat PP tersebut, yakni PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan; dan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

"Sosialisasi ini tidak berhenti di sini saja, kami akan terus berkomitmen untuk menyosialisasikan semua ketentuan peraturan perundangan pelaksana dari UU Ciptaker. Semoga dapat memberikan informasi dan pemahaman yang baik," kata Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang dalam keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).

Saat menjadi keynote speaker 'Bincang Informatif mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan' di Jakarta, Haiyani meminta kepada pengusaha agar mematuhi semua ketentuan yang sudah ditetapkan. Ia berharap para pengusaha bisa menggunakan fasilitas kebijakan guna mempermudah kegiatan berusaha secara bijak dan proporsional, dengan tetap mengedepankan itikad baik, musyawarah dan mufakat, serta memiliki rasa kemitraan kepada pekerja.

"Pengusaha menjadikan pekerja sebagai aset yang harus dikelola dengan baik. Sehingga bisa secara bersama-sama mengembangkan usaha dan membantu pembangunan negara, serta turut menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan bagi para pekerjanya," ujarnya.

Lebih lanjut, Haiyani juga berpesan agar pekerja dan buruh dapat bekerja dengan penuh semangat dan tanggung jawab, meningkatkan kompetensi diri, serta jeli melihat peluang pengembangan karir dan penghasilan. Selain itu, diharapkan pekerja dan buruh bisa menjadi partner musyawarah yang produktif.

"Sehingga mampu memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan usaha yang akan berdampak kepada kelangsungan bekerja dan kesejahteraan pekerja dan keluarga," tuturnya.

Di sisi lain, ia pun mengingatkan Pengawas Ketenagakerjaan akan peran yang dimilikinya. Selain memastikan penerapan dan penegakan hukum, Pengawas Ketenagakerjaan juga perlu melakukan pembinaan, advokasi, dan mendorong pihak pengusaha dan pekerja serta stakeholder terkait untuk mengimplementasikan aturan.

Menurutnya, Pengawas Ketenagakerjaan bersama dengan pengusaha dan pekerja harus melakukan penyesuaian dan pemenuhan semua ketentuan, mencari inovasi-inovasi untuk menciptakan kondisi tempat kerja yang harmonis, saling pengertian dan produktif, sehingga dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

"Kita semua berharap perubahan kebijakan pengupahan ini dapat memberikan dampak yang positif bagi tenaga kerja. pekerja/buruh dan juga dunia usaha. Selain itu, diharapkan bahwa kebijakan pengupahan yang baru ini dapat menjadi solusi bersama dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19, " terangnya.

Secara umum kebijakan pengupahan yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan keempat PP meliputi enam hal.

Pertama, penetapan upah minimum yang proporsional dan implementatif. Kedua, struktur dan skala upah untuk upah yang berkeadilan. Ketiga, jenis upah berdasarkan satuan waktu yang dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan perlindungan bagi pekerja paruh waktu melalui pengaturan upah per jam.

Keempat, upah terendah bagi usaha mikro dan kecil sebagai dukungan ketahanan perusahaan yang berada dalam kategori skala usaha tersebut, namun tetap memberikan pelindungan bagi pekerja/buruh. Kelima, penegasan batas-batas kewenangan pemerintah daerah terkait bidang pengupahan. Keenam, penguatan eksistensi Dewan Pengupahan.