Jakarta - Kasus rata-rata konfirmasi positif Covid-19 dan keterisian tempat tidur di RS rujukan Covid-19 atau bed occupancy rate (BOR) di Indonesia mengalami penurunan.
Sebelumnya, pada pertengahan Juli 2021 berdasarkan data Wordometers, Indonesia sempat mencatat rekor dan menduduki peringkat pertama urutan sementara negara di dunia dengan penambahan 57.000 kasus konfirmasi positif dengan 982 kematian per hari.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Pemerintah bersyukur karena saat ini kasus konfirmasi positif Covid-19 sudah menurun.
"Kita bersyukur bahwa kasus konfirmasi di Indonesia sudah menurun. Demikian juga dengan BOR RS, tekanannya sudah menurun rata-rata," kata Budi.
Namun sambungnya, penurunan itu diharapkan tidak menjadikan masyarakat melonggarkan kewaspadaan. Sebab, ia menekankan bahwa penularan virus corona varian delta sulit diduga.
"Kita harus tetap waspada, karena memang virus ini sulit diduga. Penyebarannya yang terjadi di mana-mana seluruh Indonesia termasuk yang kemarin kena, naik tinggi sesudah India," ujarnya.
Banyak hal yang disampaikan Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, seperti strategi Pemerintah dalam penanganan pandemi, target vaksinasi, dan fokus Kementerian Kesehatan di tahun 2022. Berikut petikan wawancarannya.
Bagaimana komentar Bapak melihat penurunan konfirmasi positif Covid-19 saat ini, dimana sebelumnya Pemerintah memperkirakan kenaikan kasus Covid-19 bisa mencapai 70.000 kasus per hari ?
Alhamdulillah yang kami lihat sekarang puncaknya itu kena 57.000 (kasus per hari) dan kita sudah mulai melihat penurunan. Tapi kita masih melihat beberapa daerah masih belum turun dan ada kenaikan terutama untuk di daerah luar Jawa. Berdasarkan pengalaman di Jawa, kita akan segera replikasikan ke luar Jawa, bagaimana testingnya ditingkatkan, supaya cepat mengetahui siapa yang kena. Kalau ada yang kena kita tingkatkan juga tempat isolasi terpusatnya agar mereka bisa diisolasi dengan cepat, tidak menularkan ke keluarganya.
Untuk provinsi di luar Jawa, menurut Bapak apakah diperlukan konversi kamar di RS menjadi kamar untuk isolasi
Diperlukan agar lokasi untuk isolasi tersedia dan cukup apabila ada pasien yang akan masuk. Kita juga pastikan dibentuk satgas oksigen seperti yang ada di Jawa, sehingga teman-teman di provinsi di luar Jawa juga lebih siap mengidentifikasi kalau ada rumah sakit yang kekurangan oksigen dan penyalurannya seperti apa, kita persiapkan juga obat-obatannya.
Apa penyebab menurunnya kasus harian konfirmasi positif Covid-19 saat ini ?
Ada beberapa penyebab, diantaranya dengan peningkatan testing yang luar biasa yang tadinya rata-rata kita lakukan 60.000-70.000 tes, sekarang sudah sampai 200.000 tes dan malah untuk testing spesimennya sudah hampir sampai 300.000 per hari.
Berapa banyak jumlah vaksinasi yang akan dilakukan di tahun ini ?
Kita direncanakan akan melakukan vaksinasi lebih dari 200 juta rakyat Indonesia sampai dengan akhir tahun, kalau masing-masing membutuhkan dua dosis dibutuhkan sekitar 400 juta dosis. Sampai bulan Juli 2021 kita baru berhasil memperoleh 90 juta dosis dan rencana kita untuk bisa mengejar sisanya sampai akhir tahun. Alhamdulillah, kita sudah memiliki perjanjian untuk memperoleh sekitar 370 juta dosis, sedangkan sisanya untuk kontrak yang sudah ditandatangani, mudah-mudahan tanggalnya masih bisa kita pastikan agar kita bisa memperoleh 430 juta dosis sampai akhir tahun.
Vaksinasi Drive Thru di UGM.
Menurut Bapak, apa penyebab meningkatnya angka kematian pasien Covid-19 beberapa waktu terakhir ?
Karena terlambat tertangani di rumah sakit. Kita sudah melakukan analisa bahwa yang wafat di rumah sakit itu mendadak jadi lebih cepat. Biasanya rata-rata sebelumnya delapan hari, sekarang rata-rata tiga hari atau empat hari sudah wafat. Kita lihat kenapa mereka wafat atau dimana wafatnya di rumah sakit ini. Dulu wafatnya kebanyakan di ICU, di IGD paling cuma satu persen, dua persen. Sekarang di IGD hampir 20 persen, kita heran, kok kenapa orang di IGD jadi banyak yang wafat atau masuk IGD pun sudah wafat, masuk rumah sakit sudah wafat.
Ternyata kita lihat fakta berikutnya adalah orang masuk rumah sakit, dulu itu saturasi oksigennya masih 93, 92, 90. Sekarang masuk rumah sakit sudah 70 atau 80 saturasinya, itu sudah telat sekali, artinya virusnya sudah menyebar di dalam paru dan sudah sesak.
Kematian ini terjadi karena apa ?
Perkiraan kita mungkin karena edukasi masyarakat, sehingga orang takut kalau terkena covid, seperti aib. Itu jangan, covid ini secara fatality lebih rendah daripada TBC kok, lebih rendah daripada HIV. Jadi kalau dia dirawat dengan cepat harusnya bisa sembuh, enggak usah malu, enggak usah khawatir kalau kena, yang penting lapor saja, cepat-cepat tes, enggak usah takut dites. Begitu kita tahu bisa kita tangani.
Selain itu ?
Masyarakat belum paham betul mengenai saturasi oksigen. Jadi yang penting saturasinya harus dijaga betul di atas 94 persen, selama saturasi di atas 94 persen Insya Allah, kita hidup sehat di rumah, bisa sembuh. Tapi begitu di bawah 94 persen jangan tunggu lebih lama, langsung ke Puskesmas, langsung ke dokter atau langsung pindah ke isolasi terpusat, supaya ada perawat yang menjaga. Jangan dibiarkan di rumah, karena itu membuat saudara kita, family kita bisa wafat. Jadi kita lihat sebenarnya isue-nya lebih disana untuk kita mengurangi kematian.
Bagaimana penanganannya di rumah sakit ?
Untuk di rumah sakit, semua terapinya, dokter-dokternya, prosedur dan lainnya itu sudah baik, di situ kita tidak ada masalah, yang masalah karena masuk ke IGD sudah terlambat.
Banyak warga biasa yang berburu vaksin Covid-19 dosis ketiga atau vaksin booster. Komentar Bapak ?
Secara etika, masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat vaksin. Jadi tolong Bapak-Ibu, booster ketiga hanya untuk tenaga kesehatan. Karena mereka berisiko tinggi saat membantu kita. Tapi sisanya, tolong kita berikan kepada saudara kita yang belum mendapatkan vaksin.
Bisa Bapak jelaskan, bagaimana strategi Pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 ini ?
Pertama kita harus melakukan perubahan perilaku atau protokol kesehatan, sering juga disebut 3M. Kedua, kita harus melakukan deteksi dengan baik, yaitu testing, lacak dan isolasi dan ketiga adalah vaksinasi, yang bertujuan mengurangi laju penularan. Ketiga strategi ini yang diarahkan kepada orang sehat. Diharapkan kita juga pakai masker, menjaga jarak. Ini akan sangat mengurangi laju penularan. Kalau memakai masker bisa mengurangi laju penularan sampai 95 persen lebih.
Strategi deteksi maksudnya bagaimana ?
Agar kita bisa isolasi sehingga bisa mengurangi laju penularan. Pelacakan kontak minimal 15 target untuk setiap orang kasus konfirmasi Covid-19.
Selain ketiga strategi itu, apalagi yang disiapkan Kementerian Kesehatan ?
Kita juga menyiapkan rumah sakit. Untuk persiapan, ini merupakan strategi di hilir. Ketika sudah sampai pada rumah sakit, ini menunjukkan bahwa strategi perubahan perilaku, deteksi, dan vaksinasi kurang disiplin. Karena kan kita masih siapkan obat-obatannya, tenaga kesehatan. Ini adalah strategi terakhir yang tentukan, apakah pasiennya bisa selamat atau tidak. Jadi strategi perubahan perilaku, deteksi, dan vaksinasi akan terus berjalan sampai pandemi ini berubah menjadi endemi. Mohon jangan mengendorkan protokol kesehatan. Ini tetap dibutuhkan walaupun kasus sudah menurun.
Di sosial media masih sering kita lihat hoaks hingga mempercayai jika Covid-19 merupakan konspirasi. Bagaimana Bapak melihatnya ?
Saya rasa kita semua yang perduli, dan para akademisi bisa bahu-membahu untuk mengajari mereka bahwa ini adalah penyakit yang real, bukan konspirasi. Ini perlu pendekatan sosial, perlu keterlibatan seluruh rakyat, itu bisa dibangun. Saya melihat narasi di publik yang terjadi itu lebih negatif, lebih kontradiktif dan argumentatif. Jadi sayang energi bangsa ini kalau kemudian dipakai untuk hal-hal seperti itu. Harusnya kita bisa menyatukan energi positif bangsa ini untuk melakukan sesuatu bersama-sama secara positif.
Bapak Presiden menginstruksikan agar harga tes PCR diturunkan ?
Harga PCR sudah diluncurkan oleh Dirjen Yankes (Pelayanan Kesehatan) kami Jawa-Bali Rp 495.000 dan di luar Jawa-Bali Rp525 ribu dan tidak ada subsidi Pemerintah.
Menurut Bapak, apakah wabah seperti pandemi Covid-19 ini bisa muncul lagi di masa depan ?
Virus ini SARS-CoV-2, artinya ada nomor 1 keluar di China tahun 2002 dan 2003. Pada 17 tahun kemudian (2019) ada SARS-CoV-2 keluar. Nggak ada yang jamin SARS-CoV-3, SARS-CoV-4 nggak akan muncul, mungkin muncul di zaman kita, anak atau cucu kita, tugas kita mempersiapkannya. Pandemi ini tidak akan hilang dengan cepat. Mungkin akan berubah menjadi epidemi dan kita masih hidup dengan mereka selama bisa lima tahun, bisa 10 tahun, bisa juga lebih lama dari itu.
Apa fokus Kementerian Kesehatan di tahun 2022 ?
Di tahun 2022 nanti, fokus kami akan lebih banyak ke strategi yang di hulu. Bagaimana kita menerapkan protokol kesehatan dibantu dengan teknologi informasi. Ini untuk memastikan bahwa aspek kesehatan dan ekonomi bisa berjalan bareng. Lalu bagaimana kehidupan kita sehari-hari di sisi ekonomi bisa sama normalnya dengan kehidupan kita sehari-hari di sisi kesehatan, tanpa takut yang satu akan menimpa yang lain.
Strategi deteksi akan terus digencarkan. Ketika testing ada yang terkonfirmasi Covid-19, petugas kesehatan akan cepat melacak dan mengisolasi. Itu akan menjadi bagian kita sehari-hari di tahun depan. Kami sejak sekarang juga sudah melakukan fokus aktivitas atau programnya lebih banyak ke sisi hulu. Hal ini supaya menjadi bagian normal dari kehidupan kita sehari-hari.
Menurut Bapak, bagaimana Indonesia bisa melewati badai pandemi ini ?
Dari dulu nenek moyang kita sudah mengerti betul apa itu badai. Bahkan nenek moyang kita juga sudah mengalami badainya masing-masing di generasi mereka. Kalau kita menghadapi badai kita menghadapi pada dua pilihan, apakah kita mau menyerah, kalah, berbalik arah dan mundur, atau kita mau berani mengantisipasi gerakan angin dan gelombang dan menggunakannya untuk mendorong lebih cepat bahtera kita untuk mencapai tujuan.
Saya yakin bahwa samudera yang tenang tidak akan menciptakan pelaut yang handal. Kondisi yang biasa-biasa saja tidak membuat Indonesia menjadi negara besar seperti sekarang.
Yang penting kita sadari bahwa kita ada di dalam bahtera yang sama. Baik rakyat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, muda dan tua, berbagai suku, miskin dan kaya. Kita semuanya bersama-sama dalam bahtera ini menghadapi badai pandemi Covid-19. Kalau kita berusaha bersama-sama, harusnya kita bisa mengatasi badai ini. Ada satu lagi yang namanya badai pasti berlalu. Saya juga merasa yakin bahwa Indonesia pasti bisa melalui badai ini.