Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana bikin heboh se-Indonesia dengan pernyataannya terkait serangga hingga ulat sagu masuk dalam menu Makan Gizi Gratis (MBG).
Dadan yang dilantik sebagai Kepala Badan Gizi Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 19 Agustus 2024 ini pun mengklarifikasi. “Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga, belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein,” ujar Dadan yang dilanjutkannya, “Tapi itu contoh, Badan Gizi tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” jelasnya.
Pernyataan tersebut bukan sekadar klarifikasi, melainkan cerminan pemikiran inovatif yang menggabungkan nilai gizi dengan keanekaragaman kuliner daerah. Baginya, penting untuk menghargai tradisi lokal sambil memastikan setiap menu yang disajikan memenuhi kebutuhan gizi yang telah ditetapkan.
Meski sibuk dengan berbagai agenda terkait MBG, Dadan tetap meluangkan waktu untuk berbincang secara langsung dengan Majalah FIVE.
Di ruang kerjanya yang sederhana namun penuh inspirasi di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dadan membuka wawancara dengan menjelaskan visi dan misi BGN. Di tengah deretan tamu yang datang, kehangatan dan keterbukaan Dadan mencerminkan sosok pemimpin yang tidak hanya ahli di bidangnya, tetapi juga paham akan nilai nilai kemanusiaan dan keberagaman budaya. Berikut petikan wawancaranya.
Apa latar belakang dan tujuan utama dari Program MBG ini?
Program ini merupakan inisiatif strategis pemerintah yang menyediakan makanan bergizi bagi puluhan juta masyarakat, khususnya anak-anak dari keluarga miskin. Tujuannya untuk memutus siklus kemiskinan, mengoptimalkan pertumbuhan anak, dan menyiapkan generasi masa depan yang lebih produktif serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Siapa saja yang menerima manfaat dari program ini?
Ibu hamil, ibu menyusui, balita, anak sekolah dari PAUD (pendidikan anak usia dini) hingga SMA, termasuk santri dan sekolah-sekolah keagamaan. Pemberian makanan bergizi gratis ini satu kali per hari untuk memenuhi sepertiga kebutuhan kalori harian.
Berapa banyak target penerima manfaatnya?
Program ini direncanakan dengan target penerima manfaat secara bertahap, yaitu: Januari-April 3 juta penerima manfaat, akhir April-Agustus 6 juta penerima manfaat dan akhir Agustus Desember antara 15 hingga 17,5 juta jiwa. Pada awalnya, anggaran yang disiapkan mencapai 71 triliun rupiah.
Namun, seiring antusiasme masyarakat meningkat, Pak Presiden menginginkan target akhir tahun 2025 mencapai 82,9 juta penerima manfaat. Untuk percepatan ini, perhitungan dana menunjukkan kebutuhan tambahan, misalnya Rp25 triliun per bulan. Jika percepatan dimulai pada bulan September hingga Desember membutuhkan anggaran Rp100 triliun, Rp75 triliun untuk periode Oktober hingga Desember 2025 dan Rp50 triliun untuk periode November hingga Desember 2025.
Bagaimana pembayarannya kepada para mitra?
Pada tahap awal, mitra pelaksana menyalurkan dana muka untuk pembiayaan Program Makan Bergizi. Dana tersebut kemudian dirembes ke rekening setiap tanggal 6. Saat ini, kami sedang melakukan perbaikan pada sistem administrasi keuangan agar dana langsung masuk ke rekening, sehingga mendukung usaha kecil dan mikro secara lebih optimal.
Siapa saja mitra yang terlibat dalam pelaksanaan program ini?
Kami bekerja dengan dua jenis mitra, yakni mitra pelaksana yang bertanggung jawab atas distribusi dan operasional makan bergizi dan mitra pemasok yang menyediakan bahan baku lokal. Pendekatan ini memastikan kualitas makanan yang disajikan serta mendukung perekonomian lokal.
Dalam satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (dapur gizi), diperlukan berapa banyak bahan pokok?
Untuk 3.000 penerima manfaat dalam satu Satuan Pelayanan, dibutuhkan sekitar 200 kilogram beras, 350 kilogram ayam atau 3.000 butir telur ayam, 350 kilogram sayuran, dan 600 liter susu per hari. Jika program ini berjalan penuh, maka akan ada sekitar 30.000 Satuan Pelayanan di seluruh Indonesia yang melayani penerima manfaat. Ini adalah skala yang sangat besar.
Berapa banyak dapat menyerap tenaga kerja dari satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (dapur gizi)?
Kalau menggunakan alat masak tradisional membutuhkan sekitar 45-46 orang. Jadi, jika menggunakan asumsi tradisional, maka akan ada peluang kerja baru untuk 1,5 juta orang (untuk total 30.000 Satuan Pelayanan). Dan pekerja yang terlibat kita mengutamakan masyarakat lokal, juga petani lokal yang menyediakan bahan pangan.
Apakah pernyataan Bapak terkait belalang dan ulat sagu yang sempat memicu perdebatan sebenarnya dalam konteks kandungan lokal atau bagaimana?
Konteksnya memang ke sana, menghargai kearifan lokal. Belalang miisalnya merupakan makanan khas masyarakat di Gunungkidul. Begitu juga Ulat Sagu menjadi makanan khas di Papua. Keduanya bisa menjadi variasi menu MBG di dua wilayah tersebut sebagai wujud penghargaan kita terhadap protein lokal yang sesuai dengan potensi lokal.
Variasi menu MBG menunjukkan bahwa BGN tidak memberlakukan standar menu secara nasional, tetapi lebih berfokus pada penetapan standar komposisi gizi secara nasional.
Jadi BGN hanya menetapkan standar gizinya saja?
Ada kesalahan penafsiran bahwa BGN menetapkan menu yang akan diberikan. Padahal BGN hanya menetapkan standar komposisi gizi. Selama terpenuhi 30% protein, 40% karbohidrat dan 30% serat, silahkan saja.
Menu MBG dirancang berdasarkan potensi lokal, sehingga daerah tertentu dapat memanfaatkan serangga yang sudah umum dikonsumsi oleh masyarakat setempat termasuk belalang ulat sagu atau lainnya.
Mengapa program makan bergizi ini dianggap strategis untuk masa depan bangsa?
Program ini tidak hanya soal penyediaan makanan, tetapi merupakan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Apakah ada pesan khusus dari Presiden Prabowo terkait implementasi program ini?
Presiden menekankan bahwa keberhasilan program makan bergizi ini diukur tidak hanya dari jumlah penerima manfaat, tetapi juga dari dampaknya terhadap kesehatan dan produktivitas generasi mendatang.
Dengan memberikan asupan bergizi yang tepat sejak dini, kita dapat memutus siklus kemiskinan dan menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Pesan utamanya adalah: investasi dalam gizi adalah investasi untuk masa depan Indonesia. Dan program ini juga melibatkan petani lokal, peternak lokal, nelayan lokal, usaha kecil dan menengah (UKM), koperasi desa dan menciptakan lapangan pekerja baru.